Aktivis Papua dinyatakan Bersalah atas Pengkhianatan terhadap Negara
Pengadilan Indonesia telah memvonis enam orang aktivis Papua bersalah atas pengkhianatan terhadap negara karena peran mereka dalam memprotes mendukung kemerdekaan Papua bulan Agustus 2019 lalu
Enam orang – Front Rakyat Indonesia untuk Papua, juru bicara Surya Anta dan rekan-rekannya Charles Kossay, Deno Tabuni, Isay Wenda, Ambrosius Mulait dan Arina Elopere – menggelar protes independen di depan Istana Presiden di Jakarta.
Panel hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberi mereka semua hukuman sembilan bulan, kecuali untuk Isay Wenda, yang menerima delapan bulan.

Seto Wardhana / Jakarta Post
The Jakarta Post melaporkan bahwa hukuman itu disampaikan dalam sidang vonis virtual.
Arina Elopere dinyatakan bersalah karena mengibarkan bendera Bintang Kejora yang dilarang, yang melambangkan gerakan kemerdekaan Papua.
Dia juga menari dan menyanyikan lagu dengan lirik, “Kami tidak merah dan putih [warna bendera Indonesia],” selama protes 28 Agustus 2019 lalu
Deno Tabuni dinyatakan bersalah atas pengkhianatan dalam bentuk pidato pada protes yang sama, di mana ia menuntut agar pemerintah segera mengadakan referendum kemerdekaan Papua.
Para aktivis yang tersisa dinyatakan bersalah menghadiri protes dan menyuarakan pendapat mereka tentang permintaan referendum.
Hakim mengatakan selama sidang bahwa semua terdakwa telah melanggar Pasal 110 sehubungan dengan Pasal 106 Hukum Pidana (KUHP) karena berkonspirasi untuk mempromosikan “pemisahan diri”.

“Semua terdakwa dinyatakan bersalah atas tindakan pengkhianatan kolektif,” kata hakim ketua Agustinus Setyo Wahyu.
Hukumannya lebih rendah dari satu tahun dan lima bulan penjara yang dituntut oleh jaksa.
Pengacara aktivis, Oky Wiratama, mengatakan dia kecewa dengan vonis dan mempertanyakan prosesnya.
“[Putusan menyatakan bahwa] tindakan pengkhianatan memiliki pro dan kontra selain mengandung substansi politik, sehingga tuduhan pengkhianatan dapat disalahgunakan oleh pemerintah untuk menindas warganya.”
“Jika hakim ragu-ragu, saya pikir cara terbaik untuk menyelesaikan kasus ini adalah dengan tidak menjatuhkan hukuman penjara bagi para terdakwa. Mereka seharusnya bebas dari tuduhan,” kata Wiratama.
Dia menambahkan timnya akan membahas kasus ini selama tujuh hari sebelum memutuskan apakah akan mengajukan banding.
Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan tuduhan pengkhianatan itu mungkin telah disalahgunakan oleh pemerintah terhadap orang-orang yang seharusnya tidak pernah ditangkap atau ditahan.
Sumber : TheJakartapost, 25 April 2020